Masyarakat Skotlandia menggelar demo terkait merebaknya Islamofobia.
Isu terorisme tak pernah ada ujungnya. Kekerasan para ekstremis ini membuat dunia selalu dirundung kekhawatiran. Yang terakhir, puluhan orang terluka akibat bom yang meledak saat perlombaan lari maraton di Boston Amerika Serikat.
Bagaimana cara menangani kekerasan teror tersebut, wartawan Republika Afriza Hanifa mewawancarai pengamat terorisme yang juga Research Director Yayasan Prasasti Perdamaian Taufik Andrie. Berikut petikannya.
Mengapa terorisme selalu dikaitkan dengan Islam?
Saya kira, itu stereotip yang salah. Karena, secara umum gerakan terorisme di dunia berbasis ideologi agama, bukan hanya Islam. Misalnya, di Sri Lanka ada kelompok berbasis Hindu, kemudian di Jepang, Eropa Utara, dan Timur berbasis ideologi agama baik Kristen maupun Katolik. Tapi, memang sering kali ada stigma, terutama oleh media bahwa gerakan itu kebanyakan berbasis Islam. Kemudian, aksi-aksi yang dampaknya besar adalah kelompok teroris yang kebetulan agama Islam. Itu yang pertama.
Kedua, secara global ada kecenderungan pertarungan wacana. Negara-negara yang berhaluan Islam, seperti Afghanistan, Irak, Pakistan juga merupakan basis teroris. Kelompok di sana, walaupun tidak beraliansi pada negara, tapi AS tetap melancarkan serangan terhadap mereka. Pada 2001 ke Afghanistan dan 2003 ke Irak. Hal ini sudah terlanjur akut yang kemudian dibuat policemaker yang mengacu pada kelompok Islam, kemudian ditambah stigma oleh media.
Kelompok teroris ini ada di ideologi bernapaskan Islam, tapi sangat spesifik yang mengedepankan kekerasan. Sedangkan, Islam yang mainstream ada ajaran kasih sayang, demokrasi, dan toleransi.
Bagaimana dampak stigma tersebut bagi dunia Islam? Apakah ini juga yang menyebabkan munculnya Islamofobia?
Islamofobia tumbuh terutama di Eropa dan AS karena salah paham tentang Islam. Yang mereka ketahui, imigran pada beberapa kelompok begitu eksklusif. Ada beberapa pula yang ke Afghanistan, Irak. Artinya, informasi sedikit membuat persepsi sempit. Sementara, wajah yang dipertontonkan kebetulan oleh (kelompok) radikal itu. Apalagi, mereka kelompok radikal ini sangat banyak beredar di internet. Alqaidah, misalnya, mereka menyebar di beragam media. Ini dibaca oleh policemaker dan masyarakat umum. Sehingga, digambarkan dari sana, Islam seperti ini (yang digambarkan Alqaidah). Info yang kurang ini ditambah wacana kelompok ekstrem.
Bagaimana dengan para Muslimin yang mainstream, apakah tak banyak membawa pengaruh untuk wajah Islam?
Padahal, Islam moderat cukup banyak. Tapi, mungkin kurang bergerak. Pertarungan wacana sangat massif. Celakanya, di kalangan kelompok Barat, peta politik lokal dipengaruhi oleh kelompok fundamentalis Kristen. Begitu pula pengaruh Yahudi di AS. Itu tidak dapat dipungkiri. Ini memang pertempuran ideologi yang tidak akan berhenti.
Lalu, mengapa kelompok terorisme selalu ada dan terus tumbuh? Apakah tak bisa diakhiri aksi kekerasan mereka?
Oke, saya bahas di Indonesia dulu. Saya kira yang sulit (menghentikan aksi teror) adalah secara strategi di proses penegakan hukum. Dalam insiden terorisme ada tersangka yang ditangkap. Tapi, celakanya nggak semua pelaku itu ditangkap. Sehingga, ini membuka kesempatan mereka untuk konsolidasi, sehingga terus tumbuh.
Secara umum, kelompok ini punya ruang kampanye atau dakwah massif yang diterima publik. Beberapa menyuarakan aspirasi dalam politik, beberapa radikal yang hanya bertujuan jihad atau tegaknya syariat. Ini sudah puluhan tahun ada, sekitar 1950-an. Jadi sudah setengah abad ada dan berkembang dari tahun ke tahun. Ini ideologi, tidak dapat dimatikan.
Kalau secara global?
Secara global, kelompok ekstremis Islam mengalami ketidakadilan global. Orang tidak pernah mendapat jawaban mengapa AS menyerang Afghanistan dan mengapa terus berkepanjangan. Kalau berdasarkan demokrasi, ya nggak akan ditumpas seperti itu. Ketidakadilan ini pun dirasa harus dibalas. Kemudian, di Yaman, Suriah, ada strategi di mana rezim harus diturunkan. Melindungi kelompok Muslim yang teraniaya sangat diterapkan oleh kelompok (teroris) ini
Redaktur : Heri Ruslan |